Hindari Overtrading

Berdagang saham dan derivatifnya dapat membuat kecanduan, persis seperti berjudi. Bagi mereka ini, hari terasa tidak lengkap tanpa satu atau dua transaksi.

Ada satu cerita tentang seorang investor yang kecanduan untuk melakukan transaksi pada opsi index S&P 100, yang sering disebut pada indeks OEX. Selama tiga tahun, investor ini berransaksi antara dua sampai lima kali sehari. Secara berturut – turut investor ini kehilangan US$10,000 setiap tahun. Ketika bagian compliance di perusahaan efek tempat ia membuka akun menghentikan transaksinya, tak urung nasabah tersebut kecewa berat. Kekecewaan terbesarnya bukanlah karena kehilangan uang tetapi karena dipaksa untuk menutup akun sehingga tidak dapat melakukan transaksi lagi.

Seperti karena kecanduan, investor yang melakukan transaksi saham karena dorongan kebiasaan umumnya tidak membawa hasil. Paling bagus mereka dapat mencapai break even point, karena gain yang diperoleh banyak digunakan untuk membayar fee transaksi. Sering kali mereka seperti menggunakan mesin judi : menaang sekali dan terus bermain sampai koin kemenangan habis. Atau kalau tidak, seperti bertaruh pada satu atau lebih kuda di pacuan kuda untuk menutupi kerugian atau menambah kemenangan.

Kegagalan utama dari sistem kompulsif (transaksi karena dorongan kebiasaan) adalah kehilangan peluang yang disebabkan karena menutup posisi terlalu cepat. Sebenarnya, investor dapat mempunyai ide investasi yang benar tetapi ia tidak memberikan waktu bagi idenya untuk bekerja. Dengan kata lain, investor cenderung tergesa – gesa menutup posisi, padahal potensi gain yang diperolehnya belum maksimal. Atau kalau tidak, investor menjadi sangat rentan terhadap fluktuasi harga harian. Sebetulnya, kalau investor menunggu dengan lebih sabar beberapa hari, posisinya mungkin akan berubah menjadi menguntungkan.

Overtrading dan Churning

Kecanduan bertransaksi dapat menimpa siapa saja. Bentuk dan kadarnya bisa berbeda. Misalnya, ada investor yang semakin sering bertransaksi (misalnya, dari sekali seminggu menjadi tiga kali seminggu). Atau, frekuensi transaksinya sama tetapi jumlah uang yang duputar semakin lama semakin besar. Atau keduanya, semakin sering bertransaksi dan semakin besar dananya setiap kali transaksi. Tetapi pendorong dari peningkatan nilai dan frekuensi transaksi ini adalah dorongan hati, bukan karena pertimbangan rasional. Pada akhirnya, investor menjadi kecanduan dan melakukan transaksi lebih banyak daripada yang seharusnya (overtrading).

Tansaksi yang berlebihan sering kali bukan karena investor kecanduan, tetapi karena anjuran dari pialang yang menginginkan gain pribadi berupa komisi. Transaksi berlebihan yang dimotivasi oleh keinginan pialang memperoleh gain pribadi dari komisi ini sering disebut churning. Dalam hal ini kepercayaan investor disalahgunakan oleh pialang. Pialang memberikan rekomendasi untuk melakukan transaksi yang tidak cocok atau tidak sejalan dengan kondisi keuangan nasabah, kecanggihan berinvestasi atau tujuan berinvestasi. Namun hasil akhir dari keduanya tetap sama: aktivitas tersebut menghasilkan tagihan komisi bagi pialang dan perusahaan efek.

0 comments: