Gunakan Taktik untuk Menghadapi Goliath

“Saham yang dipegang atau direkomendasikan untuk dipegang investor lembaga harus diwaspadai. Suatu hari mayoritas akan mengambil keuntungan,” Gerald M. Loeb, pemasar efek dan penulis buku The Battle for Investment Survival (1935).

Ada dua pertimbangan mengapa investor lembaga perlu diperhatikan. Pertama, dapatkah investor individu bersaing dengan investor lembaga yang bermodal sangat besar? Kedua, apakah sebaiknya investor kecil memilih atau menghindari saham yang dipegang investor lembaga?

Kisah Daud dan Goliath

Dalam kisah Alkitab Daud dan Goliath, diceritakan bahwa raksasa yang sangat kuat bernama Goliath dapat ditundukkan oleh Daud dengan kecerdikan. Tetapi dalam dunia investasi nyata, dapatkah Daud yang mewakili investor individual, mengalahkan Golath (investor dengan dana besar). Mari kita lihat dulu siapa sebenarnya Goliath di pasar finansial.

Goliath dalam pasar finansial umumnya adalah investor lembaga, yang mungkin berbentuk fund manager professional yang mengelola dana milik nasabah, seperti lembaga dana pensiun, yayasan kesejahteraan karyawan, reksadana, dan perusahaan asuransi. Bisa juga keempat lembaga yang disebutkan terakhir mengelola dana mereka sendiri., yang mereka himpun dari nasabahnya. Investor lembaga ini mungkin berinvestasi untuk jangka panjang dan jangka pendek. Namun yang sering adalah keduanya, sebagian dari portofolio invetasi mereka untuk jangka panjang dan sebagian di antaranya dialokasikan untuk trading.

Sebagai pemain besar, investor lembaga mempunyai kelebihan dan kekurangan. Salah satu kelebihannya besarnya dana mereka, setidaknya relatif lebih besar dari dana investor individu. Dengan dana yang sangat besar, investor lembaga dapat bertransaksi dalam jumlah besar sehingga mereka bisa memperoleh untung dari perubahan harga yang kecil saja. Keuntungan satu persen dari investasi sebesar Rp 1 milyar, adalah Rp 10 juta. Dengan nilai transaksi besar, mereka juga menikmati diskon dalam biaya besar.

Besarnya dana yang dikelola lembaga memberi mereka satu kelebihan lagi : sebagai penggerak harga, baik saham individual dan bahkan juga pasar. Kalau mereka menjual misalnya, harga saham atau pasar bisa turun semata – mata karena besarnya jumlah saham yang mereka lepas. Hal ini terjadi kalau penjualan mereka dilakukan di pasar regular dan tidak ada investor dengan permintaan saham yang sama besarnya. Di sini berlaku hukum permintaan dan penawaran yang juga berlaku di mana – mana.

Masih berkaitan dengan soal dana, sebagai pemegang saham dalam jumlah signifikan mereka umumnya mempunyai akses informasi yang lebih besar. Dengan porsi kepemilikan yang besar atas sebuah saham mereka lebih mudah diterima ketika melakukan company visit, meskipun menurut hukum, informasi tersedia kepada semua orang pada saat yang sama. Sebagian investor lembaga juga mampu menggaji analis terbaik untuk mendukung proses investasinya.

The Thundering Herd or Blundering Herd

Investor lembaga sering dikenal dengan istilah herd, atau “thundering herd”, kumpulan hewan yang kedengaran gemuruhnya kalau berlarian. Istilah “thundering-herd” bermula dari hari – hari awal Amerika ketika sekawanan ternak digiring ke pasar untuk dijual. Gerakan sekawanan ternak ini kedengarannya gemuruhnya dan dapat menarik ternak lain untuk bergabung.

Seperti sekawanan ternak, sering kali perilaku investor lembaga menjadi panutan bagi investor individu. Ada anggapan misalnya bahwa jika 20-30 persen saham emiten dimiliki investor lembaga maka berarti bahwa saham tersebut bagus dan layak beli. Pasalnya mereka sudah melakukan seleksi secara ketat sebelum memutuskan membeli saham tersebut. Dan dengan dananya yang besar, pembelian investor lembaga dapat mengangkat harga, meskipun harga saham tersebut bisa jadi mempunyai fundamental yang tidak terlalu bagus.

Meskipun porsi kepemilikan mayoritas oleh lembaga dapat menjadi keuntungan, tetapi hal itu mengandung risiko juga. Risikonya adalah kalau mereka menjual, entah mau melepas atau sekedar melakukan aksi profit taking. Dalam kondisi normal dan stabil, sebagian saham investor lembaga digunakan untuk trading. Tetapi situasi bisa berubah dengan cepat. Jika 40-50% saham ada di tangan lembaga, dan mereka mulai menjual, maka itu bisa menjadi bencana bagi pemegang saham tersebut.

Menurut Peter Lynch, mantan pengelola Magellan Fund, memepercayai sepenuhnya investor lembaga membawa kerugian tersendiri bagi individu : terjangkiti kompleks rendah diri. Hal ini dapat mendorong investor individu melakukan tiga hal destruktif : Pertama , ikut bermain dalam “hot stock,” saham yang sedang “digoreng”. Di sini dengan perubahan satu poin saja investor lembaga dapat untung besar karena besarnya modal mereka. Kerugian satu poin bisa mereka telan. Bagi investor individu kenaikan satu poin mungkin baru cukup untuk menutup biaya transaksi.

Kedua, menjadi canggih dan berinvestasi di perdagangan berjangka (derivatif) seperti options, yang penuh risiko; atau ketiga; membeli saham yang mereka rekomendasikan di majalah. Rekomendasi mereka ada yang bagus dan ada yang jelek, tetapi semuanya sudah basi. Pendapat mereka bisa berubah – ubah setiap kali ada transaksi. Jangan gunakan analisa fund manager profesional sebagi satu – satunya landasan ketika membeli saham.

Selain itu, ketika membuat keputusan investasi investor lemabaga tidak selalu benar. Dengan kata – kata Peter Lynch, suatu ketika thundering herd bisa menjadi blundering herd, ternak yang melakuan kesalahan besar. Ia memberi contoh. Saham berfundamental bagus pada umumnya bergerak searah dengan perubahan pasar. Namun, kalau sebagian besar saham tersebut didominasi oleh investor asing, hal yang sebaliknya dapat terjadi, jika laju satu saham yang dipegang investor lemabaga tersebut tidak bergerak secepat pasar, harga saham tersebut bisa turun, Ini adalah akibat dari reaksi pasar yang normal, yang memfokuskan pada gejala jangka pendek.

Urut – urutan yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut : pasar terus menunjukkan adanya rally, tetapi saham yang ada dalam portofolio lembaga tidak ikut bergerak. Hal ini mendorong investor lembaga menjual saham tersebut dan membeli saham lain yang aktif. Karena penjualannya besar, maka dengan cepat penjual melebihi pembeli dan harga saham pun jatuh, meskipun pasar mengalami kenaikan.

Porsi Kepemilikan

Dengan perilaku sebagai penggerak harga, sering kali ada tuduhan bahwa investor lembaga dan fund manager professional telah mengambil uang investor individu. Masalahnya, apakah mereka memanipulasi harga? Legalkah langkah mereka itu? Jawabanya bisa ya dan bisa tidak. Kadang ada manipulasi harga yang bisa diidentifikasi dengan jelas dan ini ilegal. Di waktu lain hal itu tidak terlihat jelas. Di pasar terbuka, bebas, dan melibatkan banyak pihak, maka akan sangat sulit untuk memantau atau mengontrol semua manipulasi harga. Dalam hal ini pilihan investor individu adalah apakah menghindari saham yang volatile atau ikut berspekulasi.

Untuk menghindari investor lembaga rasanya sulit, karena tidak mudah menemukan saham di mana tidak ada investor lembaga yang memegangnya. Jika yang menjadi persoalan bagi investor individu adalah fluktuasi harganya, maka kuncinya adalah jumlah saham yang beredar, bukan saham yang dipegang oleh lembaga. Sepanjang saham di tangan publik tersedia dalam jumlah besar, maka transaksi harian tidak akan mengundang lembaga untuk masuk ke pasar.

Beberapa analis mengatakan bahwa yang lebih penting bukanya prosentase kepemilikan lembaga tetapi berapa lembaga yang memegang saham tersebut. Jika 10 atau 20 lembaga mempunyai 60 persen satu saham tertentu, maka kecil kemungkinan bahwa mereka akan masuk ke pasar dengan tujuan yang sama – apakah menjual atau membeli – pada saat yang sama. Jelas tidak ada seorang pun dapat membantah logika ini. Namun, demikian ada tiga faktor yng umum dijumpai dalam saham yang dipegang oleh investor lembaga.

  1. Saham – saham yang dimiliki investor lembaga besar cenderung menjadi pemimpin pasar.
  2. Adalah sulit menemukan saham bagus yang sahamnya tidak banyak dimiliki lembaga.
  3. Jika lembaga tidak menyukai saham tersebut, maka pertumbuhan harga yang signifikan tidak terjadi.

Kelebihan Investor Individu

Dengan demikian Lynch menunjukkan bahwa di balik dominasi investor lembaga dan kecanggihan manajer professional, masih ada peluang bagi investor individu untuk memperoleh gain di pasar modal. Bahkan Lynch percaya bahwa investor individu mempunyai kans yang lebih baik di pasar jika mereka mengerjakan PR-nya dan mengetahui perusahaanya dengan baik.

Menurut Lynch, peluang tersedia bagi investor individu yang mengambil langkah independent, yakni ber-zig ketika investor lembaga ber-zag dan membeli saham yang diabaikan oleh Herd. Strategi ini sering dikenal dengan nama against the herd. Misalnya, daripada menjadi self-destruktif dengan mengikuti investor lembaga, ada baiknya investor individu menggunakan kelebihan yang tidak dimiliki investor lembaga.

Apa kelebihannya? Ada dua kelebihan investor individu yang sering terabaikan : keunggulan pekerjaan, dimana atau di industri apa investor bekerja atau mempunyai hubungan kerja. Kelebihan lain investor individu adalah kelincahannya. Setiap kali ada perubahan pasar secara mendadak, investor individu dengan cepat membuat penyesuaian. Dengan dananya yang besar, maka investor lembaga akan menunggu beberapa waktu untuk dapat menjual semua saham yang dimilikinya. Bisa jadi prosedur kerja di lembaga tersebut juga menghambat langkahnya.

Yang lebih untung adalah kalau investor individu dapat mendahului herd, apakah ketika mereka sedang membeli atau mejual. Tidak seperti cattle herd beneran, berada di depan herd di pasar modal dapat menghasilkan banyak gain. Mengikuti herd dapat berarti cerita yang berbeda.

Caveat Emptor

Menghindari investor lembaga adalah mustahil. Bagi value investor, kepemilikan lembaga hendaknya menjadi pertimbangan, tetapi tidak menjadi satu – satunya kriteria untuk mengambil keputusan. Dengan kelincahannya, investor individu bisa bergerak di depan mereka. Jika mungkin, misalnya, temukan saham bagus sebelum investor lembaga masuk sebab saham sebagus apa pun tidak dapat naik secara signifikan tanpa kehadiran investor lemabaga.

Kinerja fundamental emiten tidak dipengaruhi oleh ada atau tidaknya investor lembaga yang memegang sahamnya. Oleh karena itu, selain mencoba menemukan apakah jumlah kepemilikan lembaga adalah terlalu tinggi atau terlalu rendah, pelajari juga mengapa mereka menyukai yang lain. Analisa ini akan memberi investor individu gagasan lebih baik untuk mengetahui faktor apa yang membuat investor lembaga senang akan saham tertentu. Mengetahui fakta ini dapat membantu proses pemilihan saham.

Read More......

Ikutlah Asing, Jangan Aseng !

“Perdagangan saham di BEI selama sepekan mencatat net selling asing sebesar Rp 900 miliar sementara IHSG terkoreksi 3,8% ”

Berita di atas menunjukkan dua fakta : net selling (nilai jual > nilai beli) yang dibukukan investor asing dan penurunan indeks harga saham gabungan. Berita tersebut tidak secara langsung menyebutkan adanya korelasi positif antara net selling dengan penurunan IHSG. Bukankah harga saham bisa turun semata – mata karena penjual lebih banyak daripada pembeli.

Masalahnya adalah apakah penurunan IHSG karena net selling investor asing di atas merupakan sebuah kebetulan atau, lebih jauh, sebuah kecenderungan.

Penentu perubahan indeks bukanlah hanya karena aksi beli investor asing, tetapi juga ditunjang dominasinya dalam nilai transaksi. Ini berarti bahwa mekanisme pasar berlaku : siapa yang memiliki pangsa pasar terbesar selalu memiliki pengaruh dalam tren pergerakan harga. Ini berlaku dalam industri mana saja, termasuk dalam harga saham. Sebagus apa pun sebuah saham, tanpa kehadiran investor dominan, maka harga sulit naik secara signifikan.

Masihkah Mengekor Asing Berarti Untung?

Penerapan strategi ini mudah, yakni membeli saham yang dibeli oleh investor asing dan atau masuk ke pasar saat investor asing masuk. Secara teknis, mengekor asing tidak sulit. Pasalnya, order mereka dapat diamati melalui layar monitor komputer. Ketika memasang posisi, order mereka dimasukkan dengan warna berbeda dengan investor domestik

Meskipun mengakui ada manfaatnya, beberapa analis mengatakan bahwa strategi “mengekor asing” mempunyai sisi negatif juga: investor menjadi malas mempelajari emiten. Sebaliknya, investor domestik ini lebih banyak mengunakan energinya untuk mempelajari perilaku investor asing.

Pada umumnya, dalam kondisi normal investor asing dikenal sebagai value investor, investor yang mengutamakan faktor fundamental. Dalam memilih saham investor sangat teliti. Mereka mempertimbangkan dengan sangat serius kondisi ekonomi makro dan fundamental emiten yang bersangkutan. Mereka umumnya memilih saham terbaik, bukan saja di satu negara tetapi juga di negara lain. Misalnya ketika mereka ingin berinvestasi di sektor telekomunikasi mereka akan membandingkan PT Telkom dengan Telekom (Malaysia) dan Singtel (Singapura)

Dalam melihat fundamental emiten, investor asing tidak hanya melihat potensi pertumbuhan pendapatan dan laba, tetapi juga kapabilitas manajemen emiten yang bersangkutan. Selain itu, investor asing cenderung memilih saham yang mempunyai tingkat likuiditas yang tinggi. Kedua kualitas ini menempel pada saham – saham blue chip. Untuk membantu proses seleksi saham mereka megggaji analisis terbaik untuk melakukan riset. Selain itu, umunya investor asing memiliki dana besar, lebih berpengalaman dan jauh lebih berani dalam mengambil posisi.

Caveat Emptor

Ketika suatu aksi telah menjadi pola atau kebiasaan maka hal itu akan mengundang orang untuk mengambil manfaat darinya. Begitu juga dengan kebiasaan investor domestik mengekor investor asing. Untuk mengambil manfaat dari kebiasaan tersebut, banyak investor domestik yang bertransaksi dengan baju asing. Di kalangan pelaku pasar, mereka ini dinamakan Aseng, nama populer untuk eknis Cina yang dalam kelompok investor domestik, dianggap lebih dominan dibandingkan kelompok eknis lain.

Siapa sebenarnya Aseng ini? Mereka adalah investor lokal yang memakai nama orang asing atau memakai manajer investasi asing sehingga dalam bertransaksi mereka menggunakan kode asing. Namun investor yang jeli bisa membedakan antara Asing dan Aseng. Aseng umumnya bermain untuk jangka pendek dan suka melakukan rally (bergerombolan) di saham – saham berkapitalisasi kecil. Begitu ada potensi gain kecil, mereka segera melakukan profit taking.

Bisa jadi investor asing memanfaatkan kebiasaan mengekor di kalangan investor domestik untuk mengambil gain. Caranya, mereka membeli saham tertentu dan ketika investor domestik ikut membeli (yang berarti mendorong harga ke atas) mereka menjual saham tersebut. Artinya, kalau order invetor domestik jaraknya jauh dengan investor asing, bisa jadi kerugian yang akan diderita oleh investor domestik. Kalau investor asing tetap memegang saham tersebut maka gain yang diperoleh investor domestik terbatas karena sebagian akan dinikmati investor asing.

Read More......

Carilah Emiten yang Melakukan Buyback

Kalau ada perusahaan yang mengumumkan untuk membeli kembali sahamnya (melakukan buybackI, bagaimana sikap investor sebaiknya? (Logika sederhana menyatakan bahwa “kalau emiten saja ingin membeli tentu saham tersebut layak dibeli investor,” Benarkah rencana buyback berarti tanda baik bagi investor?

Apa Pengaruh Buyback Bagi Fundamental Emiten

Terlepas dari upaya mencegah kemerosotan harga, buyback tidak menyebabkan terjadinya transfer aset secara langsung kepada pemegang saham. Pasalnya dana yang digunakan adalah laba emiten, yang pada hakikatnya hak pemegang saham. Selain itu adaaperaturan yang membatasi kenaikan harga selama aksi buyback berlangsung. Peraturan menentukan bahwa saham harus dibeli kembali di bawah atau pada harga yang sama dengan harga perdagangan sebelumnya. Selain itu ada batasan lain : pembelian dibatasi hanya 10% dari saham yang beredar untuk menjaga agar setelah buyback likuiditas di pasar tetap ada.

Langkah buyback dimaksudkan untuk meningkatkan nilai (value) pemegang saham. Karena saham yang dibeli tidak mempunyai hak suara dan hak atas deviden maka hak atas suara dan dividen menjadi hak pemegang saham yang ada. Dengan demikian value saham tersebut meningkat, jika tidak ada faktor lain yang mempengaruhi. Mungkin emiten mempunyai alasan lain ketika melakukan buyback, yakni untuk tujuan investasi. Nantinya, kalau harga sahamnya bagus saham tersebut bisa dilepas kembali di pasar dan menikmati gain.

Berita Baik dan Buruk

Pengumuman rencana buyback seringkali disertai dengan pernyataan bahwa saham tersebut di pasar cukup murah dan layak untuk dijadikan investasi. Tetapi mempertimbnagkan dampak dari pengumuman buyback tersebut, timbul tanda apakah pengumuman tersebut hanya window dressing atau memang betul – betul akan dilakukan?

Sebetulnya, pembelian kembali saham oleh perusahaan mempunyai sisi baik dan buruk sekaligus. Majalah Forbes edisi November 1997 misalnya melaporkan bahwa menyusul adanya koreksi DJI sebesar 508 poin pada Oktober 1987, lebih dari 700 perusahaan mengumumkan pembelian kembali saham. Dampak segera dari langkah tersebut adalah berkurangnya jumlah saham beredar. Dengan asumsi permintaan tetap ada, maka ada kelebihan permintaan dan jelas mendongkrak harga ke atas. Karena banyak emiten yang melakukan maka buyback banyak membantu pemulihan pasar secara keseluruhan.

Di sisi lain, perusahaan sering mengunakan buyback jika mereka mempunyai berita buruk yang harus dilaporkan. Misalnya saja, rencana buyback diumumkan pada saat melaporkan berita negatif, misalnya penurunan laba. Perusahaan berita tentang buyback akan menandingi berita buruk sehingga dampaknya pada harga akan berubah dari negative menjadi netral.

Bagaimana untuk Investor Jangka panjang?

Melihat harga saham naik beberapa persen poin dalam beberapa hari adalah impian para investor jangka pendek.

Analisis saham menghitung nilai intrinsik saham berdasar potensi pertumbuhan laba per saham. Dengan adanya buyback maka “nilai intrinsik” saham tersebut akan meningkat. Pada gilirannya ini akan mengangkat harga saham tersebut di pasar. Tetapi kenaikan harga harus sebanding dengan tambahan nilai yang masuk menyusul adanya buyback. Membayar harga yang tinggi saat buyback dapat menyebabkan masalah : pertama merusakkan value saham dan kedua, menggunakan dana perusahaan dengan cara yang tidak mendatangkan hasil besar.

Adalah selalu bagus untuk selalu bersikap waspada di pasar modal. Dalam kondisi normal, perusahaan yang mempunyai uang kas lebih akan berekspansi, apakah membuka gerai baru atau membangun pabrik baru. Langkah ini akan menimbulkan rasa nyaman di kalangan investor dan pelanggan karena mereka percaya di tangan emiten uang mereka dapat berkembang lebih baik daripada mereka kelola sendiri. Atau kalau emiten tidak mampu memberikan hasil yang lebih besar (daripada kalau dana tersebut dikelola para pemegang saham), emiten bisa mengembalikan labanya kepada pemegang saham dalam bentuk dividen.

Tetapi bagaimana jika perusahaan membeli sahamnya sendiri? Apakah manajemen tidak mempunyai rencana lebih baik untuk memanfaatkan uang yang ada? Apakah mereka kehabisan ide untuk berekspansi? Buyback tidak secara otomatis menambah potensi pertumbuhan emiten. Apakah dengan membeli kembali sahamnya lebih kecil risikonya daripada berekspansi? Kalau memang pasar tidak memungkinkan , adalah masuk akal bagi perusahaan yang kelebihan cash untuk melakukan buyback. Apalagi kalau kondisi di pasar uang tidak menguntungkan, misalnya bunga rendah. Inilah yang menjadi perhatian yang harus dipunyai investor jangka panjang dan calon investor.

Satu hal lain yang perlu ditanyakan oleh investor jangka panjang adalah apa yang terjadi dengan saham (yang dibeli kembali). Mungkin ada makna tersembunyi dari buyback. Misalnya saham yang dibeli kembali akan digunakan untuk pensiun karyawan dan stock option plans, yang diperbolehkan oleh peraturan. Jelas, buyback akan berdampak positif jika saham yang masuk kembali ke portable akan dijual dengan memperoleh capital gain. Tetapi dampaknya akan negatif kalau dijual dengan diskon. Misalnya emiten melakukan buyback dengan Rp 2.000 per lembar dan menjualnya ke karywan dengan Rp 1.000

Caveat Emptor

Pengumuman buyback saham mempunyai banyak implikasi. Buyback akan meningkatkan laba per saham karena jumlah saham beredar lebih sedikit sehingga harga saham dapat naik sesudah pengumuman buyback, terutama dalam pasar yang meningkat. Tetapi investor hendaknya waspada kalau rencana buyback disertai dengan berita buruk. Pemahaamn tentang fundamental emiten dan nilai sejati dari saham tersebut dapat membantu investor memutuskan apakah akan membeli atau menjual sham tersebut.

Read More......

Buy on the Rumors, Sell on the News

Inti dari strategi ini menganjurkan investor untuk membeli saham berdasarkan rumor dan menjual saham tersebut pada saat ada pernyataan resmi atas rumor tersebut, entah sifatnya membenarkan atau membantah. Tetapi strategi ini dapat diperluas dengan “menjual saham karena rumor dan membeli setelah ada berita tentang benar tidaknya rumor tersebut.”

Investor Pemula, Berhati – Hatilah

Strategi “buy on the rumors and sell on atau after the news” sering sangat efektif di tangan kawakan. Dengan pengalamannya menyaring informasi investor tersebut dapat menduga arah harga saham yang dapat diakibatkan oleh beredarnya rumor.

Meskipun menawarkan potensi hasil yang bagus, investor pemula sebaiknya berhati – hati mensikapinya mengingat tingginya potensi risiko. Umumnya investor tergoda untuk ikut bermain. Tetapi sering mereka mengambil posisi paling akhir. Kalau rumor tersebut dikonfirmasi, mereka tidak kehilangan modalnya bahkan bisa naik, meskipun gainnya tidak sebesar mereka yang masuk lebih awal. Namun tidak jarang rumor tersebut tidak benar sehingga harga saham kembali ke level semula atau bahkan lebih rendah lagi. Dengan demikian, investor yang masuk paling akhir akan mengalami kerugian.

Rumor merupakan gejala umum dijumpai di pasar mana saja, termasuk pasar saham yang efisien. Biasanya setiap corporate action didahului peredaran rumor di bursa. Sering rumor tentang rencana akuisisi tidak berdasar sama sekali. Rumor ini mungkin dihembuskan oleh dealer (Bandar), yang mempunyai saham tertentu dalam jumlah besar. Tujuannya jelas : mendorong investor mengikuti rumor tersebut dan membeli. Ketika harga mulai naik, Bandar tersebut mulai menjualnya dengan harga yang lebih tinggi.

Bisa pula rumor ini sebetulnya bocoran informasi dari rencana tersebut. Sumbernya bisa lembaga lain yang terlibat dalam corporate action tersbut, entah emiten, akuntan, atau arranger. Bahkan, tidak mustahil dibocorkan oleh oknum lembaga yang berwenang, misalnya petugas administrasi yang lalu membocorkan ke luar. Dari sini informasi berkembang ke mana – mana dan sulit dilacak. Rumor bisa jadi muncul karena lembaga – lembaga tersebut tidak transparan, dengan hanya menyebarkan informasi kepada kalangan terbatas. Hal ini untuk memberi mereka informasi dan memanfaatkannya untuk melakukan transaksi sebelum sampai ke publik. Transaksi seperti ini diklasifikasikan sebagai insider trading dan dilarang oleh peraturan, hmapir di semua bursa saham.

Transaksi saham yang didasarkan pada insider information jelas tidak fair dan merugikan mereka yang tidak memperoleh informasi tersebut. Untuk itu investor dilindungi dari aksi seperti itu. Pengelola BEJ misalnya memberikan perhatian serius dengan lebih ketat mengawasi saham yang dilanda rumor. Kalau ada indikasi kebenaran, misalnya volume, harga , tau frekuensi yang meningkat. Kalau indikasinya menjadi kuat, miaslnya lonjakan volume atau harga dalam jumlah besar, maka BEJ dapat melakukan penangguhan (suspend) atas saham tersebut. Jawaban yang diterima dari emiten akan diumumkan di bursa dan memperdagangkan kembali sahamnya kalau sudah dianggap cukup menyebar.

Rumor mempunyai cara sendiri untuk meyebar. Misalnya melalui telepon mengatakan “denger – denger Si Anu mau membeli PT. ABC”, dan sebagainya. Sumber rumor dan target rumor bisa siapa saja. Ketika rumor tersebut memicu transaksi entah kenaikan volume, frekuensi atau harga yang signifikan maka media massa yang menyebarkan.

Untuk Jangka Pendek atau Jangka Panjang ?

Terlepas terbukti benar atau tidak, sering kali kenyataan menunjukkan bahwa pasar memberikan respon atas sebuah rumor dan mengerakkan harga saham. Kalau rumor tersebut dipersepsikan akan membawa dampak positif, harga saham akan meningkat. Rumor akuisisi pada umummnya akan ditanggapi positif oleh pasar karena dapat menciptakan sinergi yang akan meningkatkan fundamental. Sebaliknya, kalau isi rumornya akan berdampak negatif – misalnya emiten dikabarkan kalah dalam transaksi derivatif valuta asing – maka harga saham akan turun. Rumor seperti ini misalnya melamda beberapa bank menjelang krisis moneter melanda Indonesia pada pertengahan 1997.

Lantas bagaimana sikap investor menghadapi rumor tersebut? Jawaban atas pertanyaan ini umumnya tergantung pada time horizon investor yang bersangkutan. Bagi investor jangka pendek yang memantau saham dari menit ke menit, umumnya cepat akan memanfaatkan sentimen yang ada. Jika sentimen pasar bagus, mereka ikut menbeli dan bila sebaliknya mereka menjual. Bahkan mereka yang sudah mengambil posisi sering mengabaikan bantahan oleh emiten dan tetap mengikuti tren yang ada. Patokan mereka adalah disiplin. Kalau dalam beberapa waktu aksi mereka tidak memberikan hasil, mereka akan melepas saham tersebut walaupun rugi.

Investor yang cenderung konservatif akan bersikap menunggu. Mereka akan mengecek kebenaran rumor tersebut sebelum mengambil posisi. Sambil menunggu jawaban, investor tipe ini akan melakukan analisa untuk melihat faktor teknikal dan fundamental saham tersebut,

Sebagian dari mereka, khususnya penganut setia analisa teknis, akan segera mengambil posisi jika hasil analisa teknis mendukung, meskipun rumor tersebut belum dikonfirmasi dan subyeknya adalah perusahaan kecil dengan kinerja tidak begitu bagus. Sebagian investor lain baru akan mengambil keputusan setelah melihat hasil analisa fundamental. Sepanjang rumor tersebut menyangkut perusahaan yang fundamental kuat dan arah rumor membawa keuntungan bagi emiten, mereka akan membeli saham tersebut. Inilah umumnya yang menjadi tindakan standar pemain professional, yang berorientasi jangka panjang.

Sudah Kuno

Strategi “buy on the rumors, sell on the news” bukan hal baru, tetapi sudah lama digunakan. Kalau diterapkan pada saat yang tepat, strategi dapat sabgat efektif untuk memperoleh untung besar dalam waktu singkat. Tetapi investor yang menerapkan strategi ini harus bersedia menerima kondisi tertentu. Sebagai contoh, rumor tersebut dibuat dan disebarkan dengan maksud mendorong harga saham ke atas. Kalau rumor yang beredar bersifat negatif, maka strateginya adalah sell on the rumors dan buy on the news.

Konsultan finansial dan penasihat investasi cenderung tidak menganjurkan investor membeli saham hanya berdasar rumor saja. Sebab rumor sering sengaja ditiup – tiupkan. Harga saham bisa segera terdongkrak karena rumor tersebut, tetapi tiba – tiba kembali ke level semula atau bahkan lebih rendah kalau rumor tidak berdasar. Dalam situasi ini, sikap yang lebih pruden adalah membiarkan rumor tersebut. Membeli saham berdasar rumor yang sudah dikonfirmasikan lebih aman.

Lonjakan harga saham setelah pengumuman akuisisi umumnya terjadi jika harga penawaran akuisisi sejalan dengan perkiraan para pelaku pasar. Pada saat itu para pelaku masih mengharapkan informasi bagus lainnya, yakni masuknya pembeli lain pada harga yang lebi tinggi.

Banyak investor melakukan profit taking pada saat dikonfirmasi, bukannya menunggu akuisisi aktualnya.

Caveat Emptor

Strategi spekulatif buying on the rumors dan selling on atau after the news adalah spekulasi tinggi. Banyak hal bisa berubah. Misal, rumor tentang akuisisi. Mungkin rumor tersebut dikonfirmasi oleh salah satu manajemen atau kedua emiten, yang mengatakan bahwa rencana tersebut bisa saja gagal. Rumor mrncapai media massa umumnya setelah menimbulkan dampak pada saham yang bersangkutan, apakah lonjakan harga, volume atau frekuensi transaksi. Akibatnya, investor yang membeli saham karena rumor yang mereka dengar atau baca dari media massa sudah sangat terlambat.

Banyak fund manager professional menghindari investasi yang dibuat berdasarkan pada rumor. Adalah lebih bijaksana melihat perusahaan – perusahaan yang menjadi sasaran akuisisi dan melihat kondisi fundamental perusahaan tersebut. Jika perusahaan ini tidak diakuisisi investor masih mempunyai saham berkualitas saham berkualitas dengan harga yang bagus.

Read More......

Membeli Saat Darah Tumpah di Jalan

Di dunia invetasi Barat ada strategi yang berbungi “Buy when there is blood in the street”. Intinya, strategi ini menganjurkan investor untuk membeli saham saat harganya menukik tajam. Strategi ini masuk akal adan banyak professional dan individual sering memndang penurunan tajam pasar modal sebagai peluang beli. Sebanarnya, ini dapat menjadi strategi yang berbahaya.

Pelajaran dari Krisis

Crash 1929 yang disertai dengan depresi ekonomi beberapa tahun sesudahnya dan anjloknya IHSG selama krisis moneter bukanlah waktu yang baik untuk menerapkan strategi “membeli ketika ada darah di jalanan”. Masalah ekonomi serius, yang menyertai penurunan harga saham, mendorong pasar untuk lebih tajam lagi dan memerlukan waktu yang lama untuk bisa pulih. Lamanya proses pemulihan terjadi karena masalah yang dihadapi tidak dapat dengan mudah dibetulkan karena pengetahuan dan sumber daya yang dimiliki hilang tersapu oleh krisis tersebut.

Masa depresi di AS dan krisis moneter di Indonesia juga menunjukkan bahwa ada interupsi pertumbuhan ekonomi.Dan kemakmuran yang dicapai penduduk tidaklah permanen. Sejumlah kekayaan keluarga hilang di pasar modal sepanjang bencana ekonomi tersebut, ketika banyak orang percaya bahwa mereka membeli saham pada harga sangat rendah. Setiap kali mereka mengira bottom telah tercapai dan mulai membeli, pasar turun lagi.

Kekayaan orang hilang tidak hanya di pasar modal, tetapi di perbankan juga. Pada waktu itu, banyak bank tutup di seluruh negara kaena banyak perusahaan peminjam yang bangkrut karena krisis. Akibatnya, banyak simpanan masyarakat menguap. Pada waktu itu, di AS belum ada program penjaminan bagi simpanan di bank oleh pemerintah federal. Akibatnya, banyak orang kaya lebih suka menyimpan dananya di bawah bantal untuk menjaga agar tidak hilang.

Crash yang Memberikan Peluang

Ada kalanya, memang penurunan harga saham secara tajam (crash) memberi peluang yang bagus bagi investor. Misalnya, crash yang terjadi pada Oktober 1987. Pada hari itu, Senin 19 Oktober 1987, indeks DJIA turun sebesar 508 poin atau 23%, tertinggi sepanjang sejarah DJIA sampai waktu itu. Pada hari trading sebelumnya, Jumat 16, indeks sudah turun 108 poin. Namun demikian, setelah itu harga saham bisa pulih dengan cepat. Kasus seperti ini mirip dengan penurunan IHSG yang tajam menyusul wafatnya Ibu Tien Soeharto dan Peristiwa 27 Juli, yang dengan cepat kembali pulih ke level smeula dan terus meleset naik.

Caveat Emptor

Kondisi bursa menjelang crash biasanya didahului dengan adanya bull market. Menjelang crash 1929 dan crash 1987, misalnya, terjadi setelah NYSE mengalami bull market selama 10 tahun. Beberapa hari menjelang crash, harga saham mencapai angka tertinggi untuk kedua kasus ini. Begitu juga dengan BEJ mencatat IHSG tertinggi sepanjang sejarah menjelang dilanda krisis moneter. Yang membedakan crash 1929 dengan crash pada 1987 adalah bahwa yang pertama diikuti dengan bear market adalah kondisi makro ekonomi yang lemah.

Jika investor mencoba menerapkan strategi “membeli jika ada darah di jalan,” pertama kali ia harus yakin bahwa pasiennya sedang dirawat dengan baik dan akan segera pulih. Jika pasien terus berdarah maka kemungkinan besar sembuhnya lama atau bahkan bisa mati. Ini yang terjadi di NYSE setelah crash 1929 dan di BEJ selama pertengahan kedua 1997. Pada saat seperti ini, maka “darah” bukan merupakan indikasi bagus bagi investor untuk membeli.

Anjuran ini juga berlaku bagi saham individual. Jika satu saham mendadak mengalami penurnan tajam bukan karena terdorong pasar, perusahaan tersebut mempunyai masalah serius dan bisa jadi tidak akan pulih. Jika ada investor yang memilih saham tersebut untuk investasi, maka penting baginya untuk mengenal kemampuan perusahaan untuk pulih mengenal perkembangan inidustri dimana perusahaan tersebut bergerak. Ada saham yang turun tajam karena isu. Tetapi sepanjang isu tersebut tidak mempengaruhi fundamental, maka emiten tersebut dapat mudah pulih. Jika penurunan harga adalah karena fundamentalnya yang melemah, mungkin harga saham tersebut terus menurun.

Read More......

Selective Buying untuk Menghadapi Bear Market

Apa kesan yang timbul di benak orang jika mendengar kata bear dalam konteks dunia keuangan? Meskipun digunakan dalam beberapa konsep yang sedikit banyak berbeda, tetapi kata bear menimbulkan dua konotasi : penurunan dan penjualan. Mengapa nama binatang ini digunakan di dunia investasi dan untuk menggambarkan konsep apa saja?

Menurut Eric Tyson dalam bukunya Investing for Dummies, penggunaan kata bear dalam dunia investasi adalah mengikuti kebiasaan yang berlaku dalam transaksi kulit beruang di AS. Di sana umumnya pemburu sudah menjual kulit beruang sebelum menagkap binatang tersebut. Di pasar modal, bear digunakan untuk menyebutkan investor yang menjual saham yang tidak dimilikinya. Dalam hal ini bear identik dengan short seller.

Istilah bear juga berarti penurunan. Misalnya dalam frasa bear market. Dalam pengertian klasik, bear market (pasar beruang) adalah waktu ketika harga saham menurun secara mantap untuk periode beberapa minggu, bulan, atau bahkan tahun. Secara tradisional, di AS bursa dikatakan bear market kalau ada penurunan Dow Jones industrial Average (DJIA) sebasar 20% atau lebih dari ketinggian sebelumnya dan tidak pulih selama setidaknya dua bulan.

Bear market juga diartikan sebagai sebuah tren penurunan panjang di semua pasar finansial, khususnya pasar modal, yang ditandai dengan adanya titik terendah dan titik puncak tetapi masih di bawah level sebelum bear market. Namun harap diingat bahwa wartawan atau analis saham sering menyebut semua koreksi atau penurunan pasar dengan istilah bearish (seperti beruang). Ini karena ketika beraksi beruang akan bergerak dari berdiri menjadi menunduk. Ini lawan dari bullish, dimana sapi jantan menanduk ke atas kalau beraksi.

Umumnya bear market berlangsung hanya beberapa bulan, tetapi mungkin juga selama beberapa tahun. Di AS, bear market yang penting dicatat adalah yang berlangsung antara Oktober 1929 ke Juli 1932. Pasar berunag ini tercipta menyusul adanya crash pada Oktoner 1929. Sebetulnya, pada Oktober 1987 bursa efek AS juga mengalami crash, di masa indeks dalam satu hari turun 554 poin, penurunan harian paling tajam yang pernah terjadi di sejarah pasar modal AS sampai waktu itu. Namun crash 1987 tidak diikuti oleh pasar beruang. Karena setelah crash harga saham cepat pulih dan melanjutkan arah tren sebelumnya.

Peluang di Pasar Beruang

Dengan definisi manapun di atas, maka apa yang terjadi di pasar modal Indonesia setelah bulan Juli 1997 sampai Juli 2000 memenuhi kriteria sebagai pasar beruang. Situasi ini mirip dengan apa yang terjadi di AS selama depresi besar. Situasi ini ditandai dengan ambruknya lembaga keuangan dan bangkrutnya bisnis.

Selama masa bearish ini harga saham di BEJ, sebagaimana terlihat dari IHSG, turun dari titik tertinggi sepanjang sejarah 740,83 poin yang dicapai tanggal 8 Juli 1997 dan mencapai titik dasar (bottom) sebesar 256,25 poin pada September 1998. Tetapi penurunan ini tidak menyurutkan minat investor bertransaksi. Sebaliknya, transaksi cenderung meningkat, dari baik segi frekuensi, nilai, dan volume. Volume transaksi selama semester II/1997 misalnya naik 40% dari semester pertama. Memasuki 1998, volume transaksi terus meningkat sampai bulan Mei, ketika Tragedi Trisakti Mei 1998 menyurutkan investor untuk bertransaksi.

Selain itu, di pasar yang bearish tetap menjanjikan potensial gain. Peluang memperoleh gain terbuka, sebagian justru karena adanya kemerosotan harga. Ketika harga saham berada di level Rp 300 maka kenaikan 1 poin (25 rupiah) berarti 8,33%. Dengan demikian kenaikan satu atau dua poin cukup menjadi alasan bagi investor untuk merealisasi gain. Artinya, dalam situasi bearish tersebut investor cenderung mengambil teknik bermain saham dalam jangka pendek, atau sangat pendek. Ini juga menjelaskan mengapa volume transaksi meningkat selama pasar beruang.

Namun ada sisi negatif dari kondisi di atas : transaksi saham yang bernilai kecil menjadi tidak aktif. Kalau ada saham dengan harga Rp 100, maka kenaikan satu poin akan berarti sudah berubah 25%. Kalau harga saham tersebut naik 2 poin, maka sudah 50% dan hal ini dapat mengaktifkan system auto-halting yang dipasang pengelola bursa. Untuk kembali mendorong transaksi, sejak Juli 2000 pengelola bursa menerapkan fraksi harga saham baru sebesar Rp 5. Dengan demikian penurunan fraksi harga ini diharapkan transaksi saham bernilai rendah akan kembali mulus.

Sementara itu, investor lembaga yang memiliki time horizon jangka panjang, seperti reksadana, menyiasati kondisi di pasar beruang itu dengan mengubah portofolio. Mereka mulai menjual saham sektor industri yang melemah fundamentalnya dan membeli saham dengan fundamental kuat. Saham – saham yang melemah fundamentalnya selama krisis antara lain sektor perbankan, properti, dan jasa keuangan. Sebaliknya mereka membeli saham yang diperkirakan mampu bertahan selama krisis atau bahwa bisa berkembang.

Saham pilihan di masa krisis moneter ini adalah saham-saham yang mempunyai struktur keuangan yang kuat, atau saham emiten yang memikili arus cash flow yang masih bagus, seperti retailer, produk barang konsumsi. Logikanya sederhana, meskipun krisis permintaan akan produk emiten ini tetap dibutuhkan. Namun yang menjadi bintang saat itu adalah sektor perkebunan dan pertambangan, yang diuntungkan oleh adanya krisis moneter. Saham – saham ini umumnya mengekspor produknya dan karena adanya depresiasi rupiah pada waktu itu laba melonjak tajam.

Caveat Emptor

Penurunan harga saham selama pasar berunag tidak menghapus peluang memperoleh gain. Dengan strategi investasi tertentu peluang investor masih mungkin memperoleh gain. Kuncinya dalam hal ini adalah seleksi saham dan teknik tradingnya. Pendekatannya yang cocok digunakan dalam seleksi asset selama masa – masa sepeti ini adalah apa yang dinamakan pendekatan bottom-up fundamental. Inti dari pendekatan ini adalah memilih saham yang potensial dengan langsung menganalisa fundamental saham. Pendekatan ini berbeda dengan top-down fundamental di mana seleksi saham dimulai dari kondisi makro ekonomi, kemudian menukik ke sektor yang potensial yang dan baru ke emiten dari sektor yang sama.

Pilihan yang paling jelek dalam situasi seperti ini adalah saham yang mempu bertahan selama krisis sambil menunggu kondisi makro menjadi stabil. Saham yang mampu bertahan di masa sulit akan mudah berkembang di masa normal. Namun demikian, masa penantian ini dapat menjadi panjang karena krisis yang berkepanjangan. Menunggu terlalu lama dapat mengarah pada hilangnya peluang memperoleh hasil investasi. Pilihan yang lebih baik adalah saham yang tetap berkembang selama krisis. Jelas untuk memilih saham selama pasar berunag adalah dengan melakukan analisa fundamental.

Peluang memperoleh gain juga bisa terbuka bagi mereka yang melakukan trading untuk jangka pendek. Namun seperti dialami banyak investor pada waktu itu, informasi seputar emiten menjadi penting. Misalnya perusahaan yang akan dilikuidasi. Sering kali investor public terlambat memperoleh informasi tentang emiten yang akan dilikuidasi. Bahkan saham yang semula dilaporkan mendapatkan laba, tetapi tidak lama berselang perusahaan tersebut dinyatakan bangkrut karena mengalami kerugian.

Read More......

Menjaring Tenbagger Ala Peter Lynch

Haim Levy dan Marshall Sarnat dalam buku mereka The Principle of Financial Management (1988), menulis bahwa harga saham mencerminkan ekspektasi investor pada laba emiten di masa mendatang dan berapa besar potensi laba tersebut harus didiskon. (Istilah diskon adalah eufinisme untuk antisipasi adanya kemungkinan buruk di masa mendatang). Untuk itu, sebelum membeli saham, investor (khususnya yang berorientasi pada value) akan melakukan analisa fundamental guna membuat prediksi laba emiten yang bersangkutan. Jelas, dalam hal ini investor dituntut untuk mengumpulkan segala informasi yang tersedia tentang emiten yang bersangkutan.

Manfaatkan Pengetahuan, Pengalaman Anda

Memperoleh informasi seputar emiten dewasa ini bukan lagi persoalan. Selain sumber – sumber konvensional, seperti koran, majalah, dan hasil riset para analisis saham, kini informasi emiten dapat diperoleh melalui internet, diantaranya bisa diperoleh secara gratis.

Dengan demikian masalah pokok dalam analisa emiten bukan pada kelangkaan informasi, tetapi memaknai informasi yang ada, Dalam hal ini investor harus memilah antara informasi yang secara signifikan penting dan berpengaruh pada kinerja emiten, dan informasi yang disampaikan oleh emiten untuk membnagun citra. Memilah informasi ini sendiri mungkin merupakan aktivitas yang menyita waktu.

Dalam kaitan ini maka sangat masuk akal kalau investor menggunakan informasi tentang emiten yang paling mereka sukai. Misalnya, seorang apoteker tentu mempunyai wawasan yang mendalam tentang potensi pertumbuhan perusahaan – perusahaan farmasi. Seorang insinyur elektro dapat memahami lebih baik tentang industri komputer daripada seorang apoteker. Dengan memanfaatkan latar belakang profesi atau pendidikannya, seorang dapat menghemat banyak waktu dalam melakukan analisa fundamental. Namun demikian, hal ini sering tidak dilakukan. Pengembang berinvestasi di saham perbankan; dokter berinvestasi di saham – saham properti dan insinyur aeronotika berinvestasi di perusahaan pembuat obat.

Strategi Menjaring Tenbagger Ala Peter Lynch

Memanfaatkan pengetahuan dan pengalaman dalam berinvestasi memang sederhana. Namun jangan meremehkan strategi ini. Bahkan Peter Lynch, yang oleh Wall Street Journal dinobatkan sebagai salah satu investor terbesar sepanjang masa, menggunakan strategi ini ketika ia memilih apa yang ia sebut tenbagger, perusahaan yang sahamnya mempunyai potensi untuk meningkat 10 kali lipat.

Keberhasilan Linch memilih tenbagger inilah yang membuatnya sukses mengelola Magellan Fund, sebuah Reksadana Saham. Ketika mengambil ahli pengelolaan Magellan Fund pada 1977, asetnya US$ 20 juta dan tersebar di 45 saham. Tetapi saat memutuskan pensiun pada 1990, asset Magellan Fund meningkat menjadi US$ 13 miliar dan tersebar di 1200 saham. Ini berarti investor yang menempatkan dananya US$ 10.000 pada 1977 berkembang menjadi US$ 280.000 pada tahun 1990. Inilah sebabnya ia memperoleh gelar tersebut.

Menurut Peter Linch, peluang untuk mendapatkan tenbagger ada dimana – mana, di sekitar rumah, di mal, di pompa bensin, dan di kantor. Dengan mengamati lingkungannya orang sebenarnya dapat merasakan perusahaan mana yang sedang tumbuh berkembnag. Dalam bisnis eceran misalnya, produsen barang pemasok barang, petugas kebersihan, kasir di supermarket, serta analisis saham akan menjumpai peluang investasi di saham pengecer. Bahkan konsumen dapat menemukan peluang ini ketika ia berbelanja.

Begitu juga, seorang insinyur perminyakan yang berinvestasi disaham sebuah department store karena anjuran pialangnya, mungkin tidak menyadari kalau banyak pelanggan pelanggan department store yang pindah ke hipermaket sampai informasi ini disampaikan oleh analis, yang laporannya terbit beberapa bulan setelah tren tersebut berlangsung. Kasir, petugas kebersihan di department store tersebut akan merasakan terlebih dahulu adanya penurunan pelanggan atau jumlah transaksi. Sebaliknya, si insinyur tersebut dapat cepat tanggap yang mungkin terjadi atas saham perminyakan kalau ada pesaingnya yang menemukan sumber minyak baru dalam skala besar atau ada kebijkan tertentu dari OPEC.

Lebih lanjut Peter Lynch menulis, investor perlu lebih dari sekedar tahu banyak tentang emiten untuk dapat memperkirakan harga sahamnya akan naik. Namun poin yang ia sampaikan adalah : pertama, insinyur perminyakan , secara rata – rata, akan mempunyai keunggulan daripada dokter dalam memutuskan kapan akan membeli atau menjual saham perminyakan; kedua, seorang apoteker/dokter, secara rata-rata akan mengetahui lebih baik kapan berinvestasi di saham perusahaan farmasi dari pada seorang insinyur perminyakan. Satu hal yang pasti, dengan keunggulan latar belakang pekerjaan / pendidikan / pengalaman, investor akan mampu menghemat banyak waktu ketika melakukan analisa, dan membuat perkiraan lebih baik daripada orang yang tidak mempunyai keunggulan ini.

Membeli Saham Perusahaan Tempat Bekerja

Seorang yang bekerja di industri otomotif akan sangat masuk akal kalau berinvestasi di saham otomotif. Orang yang pernah bekerja di PT. Astra International selama bertahun – tahun tidak diragukan lagi mempunyai wawasan khusus tentang bagaimana jalannya perusahaan tersebut. Orang tersebut juga dapat mempunyai pemahaman khusus, misalnya tentang kemampuan para distributor mobil produk Astra atau pemasok yang digunakan oleh Astra. Pemahaman ini dapat berharga lebih baik dibanding dengan analis saham professional yang meluangkan waktunya berbulan – bulan untuk menganalisa perusahaan tersebut.

Masalah yang mungkin timbul dalam strategi ini adalah keterlibatan emosi. Bisa jadi orang enggan menjual saham yang dipegangnya, meskipun harganya menunjukkan tren penurunan, semata – mata karena ia bekerja di perusahaan tersebut. Orang tersebut, tidak ingin kalau harga saham perusaaannya semakin terperosok kalau in ikut – ikutan menjual.

Dalam hal ini harap diingat bahwa investor bukan bertindak sebagai filantropis. Ada satu cara lain guna menghindari konflik emosi ini, yakni dengan berinvestasi di saham perusahaan pesaing. Kadang – kadang seorang mengetahui lebih banyak tentang pesaingnya daripada yang mereka miliki tentang perusahaanya. Orang yang bekerja di PT Gudang Garam mungkin mengetahui dengan baik tentang PT. HM Sampoerna, dan sebaliknya. Juga orang yang bekerja di Gudang Garam tahu kira – kira bagaimana prospek perusahaanya jika HM Sampoerna meluncurkan produk baru yang mirip dengan produk perusahaanya.

Caveat Emptor

Berinvestasi di saham perusahaan – perusahaan di mana seseorang mempunyai pengalaman kerja tidak menjamin kesuksesan, tetapi hal itu akan membantu menghemat waktu untuk menganalisa, membantu membuat analisa lebih baik dan lebih cepat sehingga meningkatkan peluang untuk sukses.

Dengan menerapkan strategi ini dalam berinvestasi di saham memberi keuntungan tambahan, yakni membantu investor mengamati kesuksesan dan kegagalan pesaing. Investor tersebut dapat mempunyai hidung yang lebih tajam kalau pesaing mengambangkan produk baru. Jelas hal ini dapat menjadi sumber yang sangat berharga bagi pekerjaannya.

Read More......

Tips Keuangan Dari Kesuksesan Evander Holyfield

Evander Holyfield salah satu petinju kelas berat yang biasa memenangkan kompetisi tersebut dan secara keuangan Ia terbilang cukup sukses. Ia mencatatkan kesuksesannya berdasarkan lima prinsip mendasar yang tercatatkan pada autobiography yang ia miliki, “Becoming Holyfield”, mencakup :

1. Berhati-hatilah dengan siapa yang Anda percayakan
Jangan meletakan seluruh harta Anda pada satu buah instrument investasi. Ini adalah sebuah prinsip kebenaran manakala Anda membangun sebuah team untuk membantu Anda mengelola dana yang Anda miliki. Holyfield memperhatikan pada setiap penasihat mereka baik seorang penasihat hukum, broker, manajer atau trainer adalah cara investor dalam mengelola portfolio mereka. Filosofi yang dimiliki adalah jangan menginvestasikan dana pada single strategy. Diversifikasi adalah strategi yang telah mencetak kesuksesan yang kini ia miliki.

2.Penasihat keuangan Anda tidak melakukan korupsi
Banyak penasihat keuangan yang terkadang melakukan korupsi atas dana yang dipercayakan oleh klien mereka. Oleh karena itu berhati-hatilah dalam memilih seorang penasihat keuangan. Anda harus mengetahui perkembangan yang terjadi pada dana yang Anda percayakan. Janganlah membiarkan dana Anda diinvestasikan pada instrument keuangan yang Anda tidak ketahui.

3.Lawanlah peraturan nomer 1 jika Anda dapat melakukannya
Manakala Anda bekerja dengan seorang penasihat atau merencanakan masa depan dengan pasangan Anda, Anda harus mempercayai sesorang dan Anda telah mempercayainya maka peraturan nomer 1 dapat Anda lawan..

4.Dekatkanlah dengan para pakar
Manakala Anda memiliki dana untuk dikeluarkan. Rekomendasi dari Holyfield adalah carilah orang-orang yang baik pada bidangnya. Manakala Anda membutuhkan penasihat keuangan, carilah yang terbaik. Manakala Anda membutuhkan pengacara lakukanlah hal yang sama. Letakanlah pakar yang baik pada tugas yang seharusnya mereka lakukan.

5.Tetaplah memantau kondisi keuangan Anda
Karena situasi keuangan tidak statis sepanjang waktu, Anda harus selalu memantau kondisi keuangan. Manakala Anda menemukan perubahan, buatlah penyesuaian. Jika tujuan keuangan Ana berubah sesuaikanlah strategi investasi Anda. Jika Anda tidak merasakan kenyamanan dengan penasihat investasi, temukanlah pakar baru yang dapat mengarahkan Anda.

Demikianlah beberapa saran yang telah dipraktikan oleh Holyfield dalam mengelola keuangan pribadi yang ia miliki. Selamat berinvestasi!

Read More......

Menyimpan Dana dan Menemukan Personal Budget Yang Tepat Bagi Anda

Saat ini banyak orang yang sulit mengelola keuangan mereka. Oleh karena itu, banyak pihak yang menggunakan jasa konsultan wealth management. Namun, sesungguhnya Anda dapat melakukannya sendiri. Dapatkanlah tips untuk menyimpan dana dan mengembangkan budget pribadi yang cocok bagi Anda. Tips menyimpan dana mencakup menemukan bagaimana anggaran rumah tangga Anda bekerja dan tips untuk mengatur segala budget Anda serta cara untuk mengelola tagihan bulanan.

Tips menyimpan dana :
1. Menciptakan budget pribadi
Terdapat beberapa tips menyimpan dana yang dapat Anda gunakan untuk membuat budget bekerja. Budget rumah tangga terkadang jatuh karena keluarga mencoba untuk memperbanyak pengeluaran dan merencanakan masa depan. Sangat penting untuk menentukan dari awal bahwa mempertahankan budget pribadi sangat menyulitkan dan bukanlah proses yang sempurna. Mempertahankan tujuan Anda dengan pengeluaran realistis Anda dapat membantu menyimpan dana.

2. Membuat anggaran rumah tangga Anda bekerja
Guna memberikan ruang bagi anggaran pribadi Anda, tips menyimpan dana mencakup memikirkan tujuan jangka pendek terhadap tujuan jangka panjang Anda. Sangat penting untuk mencakupkan pembelian mobil baru atau mobil bekas pada budget Anda sepanjang lima tahun kedepan. Mencakup biaya sesungguhnya bagi liburan, pernikahan, ulang tahun atau pengeluaran lainya sehingga tetap berfokus pada biaya estimasi Anda terhadap tujuan jangka panjang.

3. Penggunaan kartu kredit
Kartu kredit dirancang untuk mengurangi hutang dengan bunga yang tinggi. Menggunakan kartu kredit dengan bunga yang rendah akan membantu mengurangi budget rumah tangga Anda karena hutang dengan bunga yang tinggi dapat membunuh Anda. Anda akan menyimpan dana dalam jangka pendek dengan pengurangan tagihan bulanan. Menggunakan kartu kredit dengan bunga yang rendah dapat mengurangi tagihan bulanan Anda. Melakukan transfer saldo menuju kartu kredit dengan biaya yang rendah juga dapat membantu tagihan bulanan menjadi lebih sedikit.

Demikianlah beberapa tips mengelola dana yang Anda miliki. Lakukanlah sebaik-baiknya dan hindarilah beberapa pengeluaran yang tidak penting bagi Anda. Selamat mengelola dana Anda. Semoga beberapa langkah Anda dapat membawa keberhasilan.

Read More......

Unit Link, Asuransi Sekaligus Investasi

Dalam lima tahun terakhir, produk asuransi unit link telah menjadi idola baru. Kenapa unit link begitu mempesona? Sampai-sampai hampir sebagian besar perusahaan asuransi kini lebih menjadikannya sebagai bintang produknya.
Unit link adalah produk asuransi jiwa yang dikaitkan dengan investasi (unit-linked). Dengan unit link selain memberikan perlindungan jiwa, nasabah juga punya kesempatan berinvestasi seperti di saham, obligasi atau pasar uang yang mungkin selama ini sulit dimasuki oleh investor.

Biasanya unit link ini adalah program investasi untuk jangka panjang. Selain membayar premi dana yang disetor ke perusahaan asuransi akan digunakan untuk investasi.

Unit link kebanyakan menggunakan polis asuransi tunggal, yakni nasabah harus membayar dulu sebelum proteksinya dimulai.

Premi setiap polis asuransi unit link dibagi menjadi berbagai komponen dan semua biaya dikategorikan. Seperti biaya polis, biaya awal, biaya mortalita, biaya investasi dan jumlah yang disisihkan untuk investasi secara spesifik tertera didalam polis unit link.

Dana unit link yang digunakan untuk investasi biasanya disalurkan ke saham, obligasi, deporsto bank atau Sertifikat Bank Indonesia (SBI).Kemudian nasabah bisa memilih investasi apakah ke pendapatan tetap atau obligasi, campuran (saham dan SBI) atau saham seluruhnya.

Jika pada asuransi biasa, semua dana dikelola perusahaan asuransinya. Maka pada unit link dana investasinya dipisahkan dengan dana pertanggungan untuk klaim nasabah. Dana klaim nasabah dikelola oleh perusahaan asuransi, sedangkan dana investasi dikelola oleh manajer investasi yang terpisah.

Model investasinya mirip dengan reksa dana yang dana nasabahnya diwakilkan dengan unit penyertaan sesuai dengan besarnya dana yang diinvestasikan. Sehingga nasabah berinvestasi dengan cara membeli unit penyertaan.

Pemegang polis akan mendapatkan jumlah unit yang biasanya harga awal unit itu Rp 1.000. Harga unit terus berubah mengikuti harga pasar. Sehingga dana yang dipegang olehn nasabah jumlah unit kali harga unit.

Nasabah bisa melihat pergerakan harga itu dalam NAB (Nilai Aktiva Bersih) yang setiap hari diumumkan di koran. Misal 1 unit seharga Rp 1.000 kemudian dalam lima tahun 1 unit menjadi Rp 3.500, itu artinya investasi di unit link itu telah naik 250%.

Semakin banyak premi yang dibayarkan oleh pemegang polis maka semakin besar investasi yang ditanamkan.

Biasanya di sejumlah perusahaan investasi perbandingan pembayaran klaim akan lebih besar dibanding investasi pada lima tahun pertama. Selanjutnya kebalikannya.

Perusahaan asuransi yang menawarkan unit link saat ini kebanyakan premi bisa dijangkau masyarakat mulai Rp 300 ribu untuk jangka waktu 20-35 tahun.

Investasi di unit link juga tidak selamanya naik, karena harga per unit mengikuti pergerakan pasar. Kadang nilainya turun atau bisa lebih tinggi. Perusahaan asuransi juga tidak bertanggung atas penurunan atau kenaikan nilai per unit.

Read More......

Laba Bersih TBLA Naik 60 Kali

Perusahaan agrobisnis, PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA)
membukukan kenaikan laba fantastis pada triwulan I-2008 ini. Laba Tunas
Baru Lampung tumbuh 5.978% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Pada triwulan I 2007 lalu, TBLA bukukan laba bersih sebesar Rp 2,1
miliar. Namun pada triwulan I-2008 ini, perolehan laba bersih perseroan
melonjak drastis menjadi Rp 128,2 miliar, naik 60 kali lipat.

Kenaikan ini terutama didorong oleh perolehan penjualan bersih sebesar
Rp 1,017 triliun, tumbuh 194,8% dibanding periode yang sama tahun
sebelumnya sebesar Rp 345,77 miliar.

Pos laba kotor sebesar Rp 281,45 miliar, tumbuh 413,27% dari sebelumnya
Rp 54,83 miliar. Laba usaha sebesar Rp 162,5 miliar, tumbuh 617,36% dari
sebelumnya Rp 26,32 miliar.

Pos Beban Lain-lain membukukan angka positif, sehingga perolehan laba
sebelum pajak lebih besar dari posisi laba usaha, yaitu sebesar Rp
187,46 miliar.

Berbeda dengan tahun sebelumnya yang pada pos Beban Lain-lain masih
membukukan angka negatif, sehingga perolehan laba sebelum pajak menjadi
sebesar Rp 5,671 miliar atau terpangkas Rp 20,65 miliar dari posisi laba
usaha yang sebesar Rp 26,322 miliar.

Read More......

Laba Bersih UNSP Naik 8 Kali

PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (UNSP) membukukan laba
besar Rp 165 miliar pada triwulan I-2008 ini, atau tumbuh 794% dari
periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 18 miliar.

"Triwulan I-2008 ini kami membukukan laba bersih Rp 165 miliar, tumbuh
794% dari periode yang sama tahun lalu," ujar Presiden Direktur UNSP,
Ambono Janurianto, usai /public expose/ di Wisma Bakrie 2, Jalan Rasuna
Said, Kuningan, Jakarta, Rabu (30/4/2008).

Pertumbuhan tersebut terutama didorong oleh kinerja industri kelapa
sawit sepanjang triwulan I 2008 ini. "Membaiknya harga jual minyak
kelapa sawit berdampak signifikan terhadap perolehan penjualan kami,
terutama di laba kotor yang tumbuh hingga 179%," ulas Ambono.

Pada triwulan I 2008 ini, perolehan laba kotor UNSP sebesar Rp 276
miliar, tumbuh 179% dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp
99 miliar.

Ambono mengungkapkan bahwa prospek bisnis perusahaannya masih positif ke
depannya. "Hal itu terlihat dari target pengembangan usaha kami yang
tercapai lebih cepat dari yang direncanakan," ujar Ambono.

Oleh karena itu, perseroan menargetkan dapat menambah kapasitas
lahannya. Pada tahun 2011 UNSP menargetkan mampu mencapai 200 ribu hektar.

Read More......

Laba Bersih TINS Naik 7,5 kali

PT Timah Tbk membukukan laba bersih tahun 2007 sebesar Rp
1,78 triliun atau Rp 3.546 per saham, lebih tinggi 757% dibandingkan
tahun 2006 sebesar Rp 208,1 miliar atau Rp 414 per saham.

Meroketnya laba bersih perseroan pada tahun 2007 disebabkan oleh
peningkatan kinerja perseroan serta naiknya harga logam timah dunia yang
didukung membaiknya situasi industri pertimahan nasional.

Penegakan hukum dalam kegiatan penambangan timah memberikan kontribusi
yang signifikan pada membaiknya situasi industri pertimahan di
Indonesia. Hal ini diikuti oleh langkah pemerintah dengan menerbitkan
Keputusan Menteri Perdagangan No.4 tahun 2007 telah berhasil memelihara
kondisi kegiatan industri penambangan timah menjadi semakin kondusif.

Demikian penjelasan Sekretaris Korporat PT Timah Tbk Abrun Abubakar,
dalam siaran pers, Selasa (1/4/2008).

Selain itu terkendalinya ekspor logam timah dari Indonesia telah
mempengaruhi tingkat harga logam timah di pasar global. Harga tertinggi
logam timah dunia selama tahun 2007 adalah 17.300 US$/Mton dan terendah
adalah 10.175 US$/MTon dengan harga rata-rata sebesar 14,529 US$/Mton,
meningkat 166% dari harga rata-rata logam timah dunia tahun 2006 sebesar
8,763 US$/Mton. Saat ini PT Timah menguasai kurang lebih 18% dari total
pasokan dunia dengan total produksi tahun 2007 sebesar 58.325 Mton

Pendapatan perseroan pada tahun 2007 mencapai Rp 8,542 triliun atau 110%
lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan tahun 2006 sebesar Rp 4,076
triliun.

Kontribusi terbesar pendapatan perseroan didapatkan dari penjualan logam
timah sebesar 91,15% sementara hasil penjualan batubara memberikan
kontribusi sebesar 8,6%. Pendapatan dari penjualan logam timah meningkat
225,7% dari Rp 3,450 triliun pada tahun 2006 menjadi Rp 7,786 triliun.

Peningkatan ini disebabkan oleh volume penjualan logam timah yang
meningkat cukup signifikan dan oleh lebih tingginya harga rata-rata
logam timah yang diterima perseroan. Volume penjualan logam timah
meningkat sebesar 38% dari 42.613 Mton pada tahun 2006 menjadi 58.927
Mton pada tahun 2007.

Harga rata-rata logam timah yang diterima perseroan tahun 2007 sebesar
US$ 14,474 per ton adalah 64% lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata
US$ 8.844 per ton pada tahun 2006. Sementara kurs rata-rata nilai tukar
dolar AS terhadap rupiah pada tahun 2007 dan tahun 2006 relatif stabil.
Kurs rata-rata nilai tukar dolar AS tahun 2006 sebesar Rp 9.166/US$ dan
pada tahun 2007 sebesar Rp 9.129/US$.

Sedangkan produksi logam timah tahun 2007 adalah sebesar 58.325 Mton,
31% lebih tinggi dibandingkan dengan produksi tahun 2006 sebesar 44.689
Mton.

Usaha di bidang batubara tetap memberikan kontribusi berarti bagi
perseroan. Pengadaan batubara, baik yang dihasilkan oleh PT Tanjung Alam
Jaya maupun yang dibeli dari mitra usaha diperoleh sebesar 0,9% dari
2.145.254 ton tahun 2006 menjadi 2.164.885 ton pada tahun 2007.
Sedangkan volume penjualan meningkat 36% dari 1.784.305 ton pada tahun
2006 menjadi 2.430.836,5 ton pada tahun 2007.

Total aset perseroan naik 45% dari Rp 3,462 triliun menjadi Rp 5,032
triliun. Pada tahun 2007 perseroan mengambil kebijakan untuk melunasi
seluruh pinjaman jangka pendek, sebelumnya pada tahun 2006 perseroan
memiliki pinjaman jangka pendek sebesar Rp 692,4 miliar. Utang usaha
juga menurun sebesar 44% dibandingkan tahun sebelumnya, tahun 2006
sebesar Rp 341,8 miliar menjadi Rp 190,5 miliar.

Total ekuitas meningkat 100% menjadi sebesar Rp 3,359 triliun pada tahun
2007 dibandingkan Rp 1,676 triliun pada tahun 2006.

Read More......