Pantaulah Saham Dengan Baik

Berinvestasi bukanlah event sekali jadi, tetapi rangkaian proses berkesinambungan. Dan pembelian saham bukanlah langkah akhir dari proses investasi. Sebaiknya saham-saham yang sudah dibeli dipanatau secara periodik untuk melihat kinerjanya. Dari pantauan tersebut investor dapat menentukan follow-up apakah akan tetap memegang, menukar dengan saham lain atau bahkan melepas sama sekali.

Langkah lanjutan dapat dilakukan karena berbagai alasan, mulai dari perubahan kondisi keuangan nasabah, tujuan sudah tercapai, hasil investasi tidak sesuai harapan atau karena ada pilihan lain yang menarik. Sering kali faktor psikologi juga turut menentukan, misalnya merasa tidak nyaman melihat pasar yang berfluktuasi lebih tajam daripada biasanya.

Terlalu Banyak Informasi, Terlalu Sedikit Waktu

Mengikuti perkembangan perusahaan dan harga saham dapat menjadi kegiatan menarik dan menyenangkan. Namun sebaiknya aktifitas tersebut bisa jadi proses yang melelahkan dan membuat frustasi. Pasalnya, banyak sekali informsi yang harus dicerna, sedangkan waktu yang tersedia sangat terbatas. Sumber informasi berlimpah, mulai dari koran, majalah, hasil riset perusahaan efek dan publikasi lain, termasuk di internet. Semua informasi tersebut harus dicerna secara seksama agar dapat diperoleh kesimpulan yang benar dan membuat keputusan investasi yang tepat.

Dalam memantau saham, apalagi kalau sampai melakukan penyesuaian, investor harus mengikuti perkembangan usaha emiten dan faktor lain yang mempengaruhi perkembangan emiten tersebut. Selain itu, investor harus mempelajari dengan saksama apa yang terjadi di pasar modal dan kondisi makro ekonomi dan pendapat yang berkembang tentang perkembangan pasar.

Untuk dapat menjadi terampil dalam mellilhat atau merunut saham, orang harus mempunyai pengalaman langsung. Orang dapat belajar lebih banyak dengan memiliki satu saham selama 2 minggu daripada hanya mengamati saham selama 2 tahun. Alasannya jelas, yakni kepemilikan membuat investor terbuka ( exposed ) pada risiko. Risiko kehilangan uang dan juga potensi memperoleh gain, akan meningkatkan perhatian seseorang. Dengan memiliki sahamnya maka informasi tentang perusahaan dan perubahan harga menjadi magnet bagi perhatian investor. Kelegahan sedikit bisa berati uang melayang. Ini berbeda dengan mereka yang mengamati pasar modal bukan untuk tujuan investasi, tetapi seperti melihat pertandingan sepakbola. Mereka menikmati apa yang dilakukan pelaku pasar, tetapi tidak akan rugi apapun hasil pertandingannya.

Beberapa Saham Mungkin Lebih Bagus

Ada nasihat bagus dari S.A. Nelson tentang cara memantau saham “ lebih baik mengikuti beberapa saham dengan baik daripada mengikuti banyak saham.” Nelson adalah seorang investor, teman Charles Dow. Dari pengalaman dan pengamatannya, Nelson menulis dan menerbitkan buku the A.B.C of Stock Speculation.

Menurut Nelson, ada kalanya investor mempelajari emiten sebelum memutuskan membeli dan memantau perkembangan emiten selama beberapa minggu pertama setelah membeli. Setelah itu perhatian yang diberikan tidak lagi intens dan investor kehilangan antusiasme untuk tetap mengamati saham tersebut. Sebaliknya, investor yang dapat menjaga antusiasme kebanyakan akan kelebihan informasi sehingga sulit melakukan analisa, kalau mereka harus memantau banyak saham. Tetap mengikuti event-event banyak emiten yang terus berubah dengan cepat menjadi mustahil. Menurut pengamatan Nelson, akan lebih menguntungkan bagi investor untuk memiliki beberapa saham saja, yang mempunyai fundamental bagus dan dipilih secara saksama, dan dapat diamati secara detil daripada memiliki banyak saham dan kelebihan informasi sehingga sulit mencernanya.

Berapa jumlah saham yang sebaiknya dipegang investor agar dapat dipantau dengan baik? Menurut Nelson jumlahnya tidak penting, masalahnya adalah bagaimana investor bisa mengikuti perkembangannya.

Penggerak Harga Saham

Selain memantau kinerja emiten, investor sebaiknya juga memantau perkembangan harga pasar saham di pasar agar dapat mengambil manfaat maksimal dari perubahan harga. Untuk itu investor perlu mengetahui beberapa faktor penggerak harga saham. Apa saja faktor penggeraknya? Pada hakikatnya harga saham dapat bergerak karena tiga pengaruh.

Pertama, arah dan kekuatan pasar. Ada saatnya harga saham bergerak sesuai dengan arah dan kekuatan pasar. Saham emiten yang kuat fundamental dan disukai public kadang-kadang dapat turun harganya jika pasar secara keseluruhan turun. Begitu juga, saham yang kurang bagus akan terangkat di pasar yang sedang booming. Masalahnya adalah bahwa arah dan kekuatan pasar sulit ditebak.

Arah pasar dapat berubah karena ada perubahan indicator makro seperti suku bunga, laju inflasi, dan indicator makro lainnya. Meski demikian, faktor-faktor non ekonomi yang tidak mendukung, seperti instabilitas politik dan kekacauan sosial dapat mempengaruhi pasar. Kedua faktor inilah yang paling banyak dijadikan alasan mengapa arah pasar di Indonesia selama 1998-2000 tidak kunjung bergerak naik meskipun berbagai indicator makro mendukung adanya rebound dari tren penurunan yang telah berlansung sejak pertengahan 1997.

Kedua, tema investasi. Di antara faktor penggerak pasar maka yang paling sulit didefinisikan adalah sentiment. Dengan alasan tidak jelas, kadang-kadang investor merasa senang saham tertentu dan memutuskan untuk membelinya. Sebaliknya, karena alasan lain investor merasa enggan bertransaksi dan cenderung menjual.

Saham atau kelompok saham yang mendapat sentiment psitif disebut dengan istilah “play”. Pengelompokan saham ini umumnya berdasar industri. Misalnya, dalam suatu sesi investor secara aktif memperdagangkan saham PT Fajar Surya Wisesa, karena ada berita bahwa PT Kiat Pulp&Paper, yang sama-sama di sektor pulp/kertas, melakukan corporate action. Begitu juga, ketika bank tertentu dilikuidasi maka saham sektor perlahan dijauhi investor.

Tema investasi bisa jadi tidak diklasifikasikan berdasar sektor, tetapi berdasar nilai kapitalisasi saham, apakah blue chip, saham garis kedua ( second liners )dan seterusnya. Dengan demikian, tidaklah jarang untuk mendengar atau membaca berita : saham hari ini bergerak karena pembelian di saham blue chip.

Ketiga, antisipasi laba. Harga saham akan bergerak sejalan dengan pertumbuhan laba emiten. Tetapi trik dagangya adalah antisipasi pada laba, bukan dari kenaikan laba secara spesifik. Jika ada perkiraan bahwa PT BCD tahun tertentu meningkat ( kadang ada laba kejutan, yakni diatas perkiraan ) harga akan naik dengan segera. Jika fakta kenaikan menjadi jelas, misalnya diumumkan di media massa, harga malah dapat turun. Atau kalaupun tidak, investor yang membeli pada poin ini sebenarnya memperoleh harga yang sudah membengkak. Ketika kejutan laba positif dapat mendongrak harga, laba yang di bawah perkiraan dapat menekan harga ke bawah.

PER

Besarnya laba yang dicapai perusahaan tidak menunjukkan nilai perusahaan. Salah satu cara singkat yang mudah digunakan untuk mengukur nilai perusahaan pada saat tertentu berdasar laba yang dicapainya adalah Price-to earning ratio ( PER ), yang dihitung dengan membagi harga saham di pasar dengan laba bersih per saham. Meskipun konsep ini mempunyai validitas, penggunaan analisa ini hendaknya tidak dilakukan secara insidentil, misalnya dalam tahun tertentu. Sebaiknya, PER sekarang dibandingkan dengan level PER beberapa tahun sebelumnya. Ini untuk menghindari adanya perubahan harga saham yang tidak didukung oleh laba, atau ada perolehan laba per saham yang indisential seperti menjual asset.

Selain itu perlu juga PER tersebut dibandingkan dengan rata-rata pasar dan terutama rata-rata perusahaan sejenis. Dari perbandingan tersebut investor dapat menentukan apakah PER saham tertentu terlalu tinggi atau lebih rendah. Secara umum dikatakan bahwa PER lebih rendah mengindikasikan murahnya harga saham, sehingga layak untuk dibeli. Namun demikian, ada kalanya investor tetap membeli saham yang memiliki PER tinggi kalau investor tersebut percaya pada potensi perkembangan beberapa tahun kemudian.

Dalam mengamati PER, investor harus jeli karena PER mungkin dihitung dengan cara yang tidak sama. Formula dasarnya memang sama : harga pasar per lembar dibagi dengan laba per saham. Tetapi perhitungannya ada yang menggunakan laba per saham tahun yang telah dilalui ( PER Historis atau juga PER actual ), ada yang menggunakan laba per saham yang diperkirakan akan dicapai tahun berjalan ( PER prospektif ). Pada umumnya, riset yang dibuat analis saham mencamtumkan kedua PER prospektif, dan PER actual dalam beberapa tahun ke belakang. Lihat ilustrasi di bawah

Finansial record and forecast







Y/E December

1992

1993

1994

1995

1996

1997E

1998E









Net profit ( IDR bln )

121.9

90

154.1

168.6

264.6

430.5

633.5

EPS ( IDR )

93

69

80

224

102

119

133



-26%

17%

181%

-54%

16%

12%

CEPS ( IDR )

127

123

127

303

169

201

207

BVS ( IDR )

1,073

1,142

924

1.228

1,201

1,604

1,322

DPS ( IDR )

19

0

25

35

35

35

35









PER ( X )

15.4

20.9

17.9

6.4

14

12.1

10.8

PCER ( X )

11.3

11.7

11.3

4.7

8.5

7.1

6.9

PBV ( X )

1.3

1.3

1.6

1.2

1.2

0.9

1.1

YIELD

1.30%

0.00%

1.70%

2.40%

2.40%

2.40%

2.40%

Caveat Emptor

Membaca informasi dari media massa memberi seseorang gambaran tentang emiten dan pergerakan sahamnya. Namun investor hendaknya waspada dengan opini atau perkiraan yang dibuat oleh para pelaku pasar. Pertama, opini tentang prospek emiten atau kekuatan pasar. Pertama, opini tenang prospek emiten atau kekuatan pasar bisa berbeda antara satu analis dengan analis lain. Hal ini tergantung pada sedikit banyaknya informasi yang mereka pakai untuk membuat kesimpulan. Perkiraan tentang PER misalnya seringkali hampir aakurat, tetapi lebih sering harus dihitung ulang karena ada perubahan yang secara signifikan mempengaruhi kinerja emiten.

Lebih dari itu, para pelaku pasar sering kali membuat komentar yang bernada sangat optimis. Misalnya mereka mengatakan bahwa arah pasar akan rebound dari tren penurunan yang berlangsung. Tujuan investor melakukan transaksi, dari mana akhirnya perusahaan efek tempat mereka bekerja dapat menikmati fee transaksi. Cara aman untuk menghindari pandangan yang terdistorsi ini adalah dengan mencari pendapat kedua, ketiga atau bahkan keempat.

Read More......

Price Averaging, Diversifikasi Atas Waktu

Selain diversifikasi asset, investor dapat menggunakan strategi diversifikasi lain untuk menurunkan resiko, yakni diversifikasi waktu pembelian. Dalam bahasa teknis, strategi ini disebut price averaging, yakni program investasi portofolio secara regular dan untuk jangka panjang guna memperoleh harga pembelian rata-rata di bawah harga pasar. Stategi price averaging berguna bagi value investor, mereka yang berinvestsi berdasar value ( yakni potensi pertumbuhan laba dan pendapatan perusahaan ) dan tidak cocok untuk trading jangka pendek.

Inti dari straategi ini adalah keyakinan investor bahwa saham yang dibeli akan menguntngkan untuk jangka panjang. Kalaupun ada penurunan harga atas saham tersebut, maka hal itu lebih karena koreksi pasar, bukan melemahnya value emiten.

Stategi price averaging dapat menghasilkan return yang bagus meskipun pasar mungkin tidak staabil. Sebaliknya, dengan strategi investasi ini investor dapat mengambil keuntungan dari volatilitas harga dengan secara konsisten menginvestasikan sejumlah uang dengan interval yang sudah ditentukan sebelumnya, bulanan atau kuartalan. Dengan berinvestasi secara konsisten ini, fluktuasi di pasar dapat disiasati.

Averaging Up Lebih Baik

Strategi price averaging akan berhasil baik untuk kondisi pasar yang tepat : yakni kalau investor mampu membeli saham yang menunjukkan tren harga bergerak naik ( averaging up )

Kunci strategi price averaging up adalah pemilihan saham yang saksama. Peluang untuk melakukan strategi ini adalah membeli saham yang mempunyai pertumbuhan usaha lamban tetapi pasti dan memberikan dividen bagus. Salah satu manfaat jenis saham seperti ini adalah “memperoleh dividen selama menunggu pertumbuhan harga.” Biasanya perusahaan utilities mempunyai karakteristik ini. Dalam hal ini investor bisa membeli dengan interval sama, misal setiap 3 bulan, dengan jumlah saham yang sama berapaun harganya. Atau bisa juga pembelian dilakukan dengan jumlah dana yang sama berapapun saham yang didapat.

Tabel 20.1 Strategi Diversivikasi Waktu pembelian

Beli saat: IPO

2lot, Rp 2.050 / lembar

Nilai beli Rp 2.050.000


Rata-rata harga Rp 2.050

Jumlah saham 1000 lbr


Jumlah Saham 1.000 lbr

Total Nilai Rp 2.050.000

Beli pada: 1 Jan 96

2lot, Rp 3.000 / lembar

Nilai beli Rp 2.050.000


Rata-rata harga Rp 2.525

Jumlah saham 683 lbr


Jumlah Saham 2.000 lbr

Total Nilai Rp 4.100.000

Beli pada: 1 Jul 96

2lot, Rp 3.525 / lembar

Nilai beli Rp 2.050.000


Rata-rata harga Rp 2.858

Jumlah saham 1256 lbr


Jumlah Saham 3.000 lbr

Total Nilai Rp 6.150.000

Beli pada : I Jan 97

2lot, Rp 4.075 / lembar

Nilai beli Rp 2.050.000


Rata-rata harga Rp 3.163

Jumlah saham 1759 lbr


Jumlah Saham 4.000 lbr

Total Nilai Rp 8.200.000

Beli pada : I Jul 97

2lot, Rp 4.175 / lembar

Nilai beli Rp 2.050.000


Rata-rata harga Rp 3.365

Jumlah saham 2250 lbr


Jumlah Saham 5.000 lbr

Total Nilai Rp 10.250.000

Beli pada : 1 Jan 98

2lot, Rp 2.925 / lembar

Nilai beli Rp 2.050.000


Rata-rata harga Rp 3.291

Jumlah saham 2950 lbr


Jumlah Saham 6.000 lbr

Total Nilai Rp 12.300.000

Beli pada : 1 Jul 98

2lot, Rp 4.175 / lembar

Nilai beli Rp 2.050.000


Rata-rata harga Rp 3.417

Jumlah saham 3441 lbr


Jumlah Saham 7.000 lbr

Total Nilai Rp 14.350.000

Beli pada : 1 Jan 99

2lot, Rp 2.700 / lembar

Nilai beli Rp 2.050.000


Rata-rata harga Rp 3.328

Jumlah saham 4200 lbr


Jumlah Saham 8.000 lbr

Total Nilai Rp 16.400.000

Beli pada : 1 Jul 99

2lot, Rp 4.000 / lembar

Nilai beli Rp 2.050.000


Rata-rata harga Rp 3.403

Jumlah saham 4713 lbr


Jumlah Saham 9.000 lbr

Total Nilai Rp 18.450.000

Beli pada : 1 Jan 00

2lot, Rp 3.975 / lembar

Nilai beli Rp 2.050.000


Rata-rata harga Rp 3.460

Jumlah saham 5228 lbr


Jumlah Saham 10.000 lbr

Total Nilai Rp 20.050.000

Tabel 20.1 di atas menunjukkan apa yang mungkin terjadi dengan strategi tersebut. Di kolom kiri, investor membeli dengan jumlah lot yang sama, yakni 2 lot, dan di kolom kanan investor membeli dengan jumlah dana ynag sama. Pembelian saham dimulai saat IPO PT Telkom dan pembelian selanjutnya dilakukan setiap tanggal 1 Januari dan 1 Juli ( dengan harga riil yang diambil dari harga penutupan sebelumnya ). Jumlah harga rata-rata di kolom kiri dan jumlah saham di kolom kanan dibulatkan ke satuan. Dalam praktek hal ini dapat dilakukan karena adanya hambatan fraksi harga dan satuan perdagangan.

Dengan membeli sebanyak 100 lembar secara rutin selama 10x sebagaimana terlihat dalam table, maka seorang investor akan menghabiskan dana sebesar Rp 34.600.000 atau rata-rata Rp 3.460 perlembar. Kalau dibandingkan dengan harga pada transaksi sebesar Rp 3.950, maka investor tersebut memperoleh harga Rp 490 lebih murah. Kalau investor tersebut menjual 10000 lembar saham miliknya, maka ia akan menikmati capital gain Rp 4.900.000

Sedangkan dengan pembelian yang tetap sebesar RP 2.050.000 selama 10x pembelian, maka investor mengeluarkan dana sebesar Rp 10.500.000 dan mendapat saham sejumlah 5228 lembar. Kalau investor tersebut membeli dengan harga pada transaksi terakhir dengan dana Rp 20.500.000 maka jumlah saham yang dia peroleh adlah 5157 lembar, atau 71 lembar lebih sedikit.

Strategi averaging up bisa dimulai pada saat harga saham mencapai titik terendahnya. Harga terendah ini mungkin terbentuk karena saham terseret oleh penurunan pasar secara keseluruhan.

Hindari Averaging Down

Secara sekilas, menggunakan strategi aveaging down saat harga sedang menurun kelihatannya menguntungkan, yakni memeperoleh harga yang lebih rendah untuk saham yang sama. Namun strategi averaging down sering kali bukan langkah terbaik karena investor tidak dapat mengetahui dimana penurunan harga akan berakhir sebelum hal tersebut terjadi.

Implementasi strategi averaging down juga sulit. Pasalnya, investor harus membeli dengan interval yang teratur meskipun harga terus menurun. Investor mungkin dapat menerima penurunan harga 2 atau 3 kali pembelian pertama. Tetapi setelah itu mungkin investor mulai kehilangan kepercayaan atas prospek saham tersebut.

Jika seorang investor mendapati saham yang diakumulasinya menurun harganya secara signifikan setelah 2 atau kali pembelian dan investor tersebut percaya bahwa harga saham tersebut akan menguntungkan untuk jangka panjang, maka langkah yang bisa dilakukannya adalah tetap memegang saham tersebut dan menghentikan pembelian. Sampai kapan? Sampai harga tersebut mencapai level support, di mana pembeli lain masuk pasar dan menghentikan penurunan. Kemudian ketika harga sudah merangkak naik atau ada tanda-tanda mau naik, barulah investor dapat melakukan averaging up. Tanda-tanda apakah harga akan kembali mulai naik dapat dilihat dari harga pasar historic untuk mengetahui level support sebelumnya.

Menemukan batas bawah harga sebuah saham bisa dilakukan dengan teknik perdagangan buy stop order, yakni order untuk membeli saham secepat mungkin saat harga tertingginya terjadi atau terlewati. Dengan teknik buy stop order investor memasang order beli di atas harga perdagangan dengan harapan order ini akan tereksekusi jika harga saham tersebut bergerak ke atas. Teknik ini menegaskan anjuran yang berbunyi : “Belilah saham jika harganya naik. Jika tidak jangan dibeli.”

Memasang buy stop order hendaknya dilakukan dengan hati-hati. Sebelum melakukannya investor hendaknya sepenuhnya memahami teknik ini. Misalnya jika harga saham tersebut terus turun, maka limit harga dapat diturunkan. Tetapi stategi ini ada risikonya. Jika laba perusahaan turun setelah penurunan harga, maka masa pemulihan bisa berlangsung lama dan itu berarti investor, karena memasang order ini, bisa kehilangan kesempatan memperoleh gain dari saham lain.

Diversifikasi Atas Waktu

Sepanjang menyangkut waktu, ada satu strategi diversifikasi lain yang dapat dilakukan oleh investor, membeli saham untuk time horizon yang berbeda. Bisa dikatakan strategi ini sebagai strategi diversifikasi waktu penjualan. Strategi ini dikembangkan karena dengan investasi pada saham yang sama, untuk jangka waktu yang berbeda akan memberikan hasil yang berbeda. Seperti terlihat dari pergerakan harga saham Telkom di atas, maka hasil yang diperoleh dari tahun ke tahun akan berbeda.

Dengan kata lain, strategi ini juga berguna untuk menyiasati fluktuasi harga. Penerapan strategi ini sederhana : jika investor membeli saham 200 lot (100.000 lembar) saham PT Telkom saat IPO, maka 20 lot dijual pada tahun pertama, 20 lot lagi tahun kedua, 20 lot lagi tahun ketiga seterusnya sampai habis ( catatan : 1lot = 500lembar 10000 / 50 = 20lot ). Dengan cara ini investor tersebut dapat mengantongi hasil penjualan sebesar Rp 356.250 juta. Sedangkan kalau dijual sekaligus pada transaksi terakhir, maka daan yang akan terkumpul adalah Rp 307.500.000

Tabel 20.2 Diversivikasi Waktu Penjualan





Sisa Saham ( lbr )

Nilai Kas ( Rp )

Beli 100.000 lbr saat IPO

100.000

205.000.000

Jual 10.000 lbr pada 1 jan 96 @ Rp 3.000

90.000

30.000.000

Jual 10.000 lbr pada 1 juli 96 @ Rp 3.525

80000

35.250.000

Jual 10.000 lbr pada 1 jan 97 @ Rp 4.075

70000

40.750.000

Jual 10.000 lbr pada 1 juli 97 @ Rp 4.175

60000

41.750.000

Jual 10.000 lbr pada 1 jan 98 @ Rp 2.925

50000

29.250.000

Jual 10.000 lbr pada 1 juli 98 @ Rp 4.175

40000

41.750.000

Jual 10.000 lbr pada 1 jan 99 @ Rp 2.700

30000

27.000.000

Jual 10.000 lbr pada 1 juli 99 @ Rp 4.000

20000

40.000.000

Jual 10.000 lbr pada 1 jan 00 @ Rp 3.975

10000

39.750.000

Jual 10.000 lbr pada 1 juli 00 @ Rp 3.075

0

30.750.000

Caveat Emptor

Membeli saham adalah mengantisipasi hasil di masa depan yang belum pasti. Oleh karena itu, adalah bijaksana untuk menerapkan strategi yang membatasi resiko bilamana mungkin. Rencana investasi periodic seperti price averaging tidak menjamin profit atau memberi perlindungan terhadap pasar yang menurun. Dengan melakukan averaging up dan teknik buy stop order, investor dapat mempunyai kontrol atas resiko ini.

Price averaging dapat digunakan dengan baik untuk segala invesatasi portofolio, meskipun strategi ini cenderung bekerja lebih baik di reksa dana. Reksa Dana menguntungkan karena unit penyertaanya dapat dipecah, yang memungkinkan investor membeli dengan jumlah uang tertentu dan tidak harus dengan jumlah unit penyertaan tertentu. Sebaliknya kalau dilakukan di saham maka ada hambatan satuan transaksi, yakni lot, dan fraksi harga. Investasi di reksa dana juga mempunyai keuntungan karena dengan dana yang kecil investor dapat melakukan pembelian.

Read More......