Benarkan investasi saham itu lebih banyak ruginya, sehingga
harus dijauhi? Apakah sedemikian menakutkannya pasar saham sehingga tidak cocok
untuk investasi masyarakat awam?
Coba ikuti pengakuan Priyambudi (34 tahun) yang berprofesi sebagai investor
ritel. Awalnya, Pri adalah seorang pekerja kantoran biasa. Namun akhirnya ia
memutuskan untuk ikut nyemplung ke pasar saham.
Pri mengaku gajinya sebagai pekerja kantoran pas-pasan. Atas ajakan seorang
temannya dia ikut membeli saham dengan nimbrung di rekening temannya. Dia lalu
rajin belajar soal saham, mulai dari emiten, hingga perdagangan di pasar.
Untungnya sang teman selalu berpesan jangan serakah, sehingga Pri tidak riskan
mengambil untung kecil Rp 10 atau Rp 25 per saham. Pri juga banyak membaca buku
soal pasar modal, serta belajar pengalaman baik dan buruk dari investor lain.
Dengan ketekunannya, Pri akhirnya bisa mengembalikan modal awal, dan sudah punya
rekening sendiri. Pri kini tinggal memutar uang hasil investasinya yang meskipun
tidak begitu besar tapi bisa bergerak. Kuncinya Pri tidak serakah mengejar
untung besar, dan sangat berhati-hati.
Tapi bukan berarti Pri tidak pernah rugi. Rugi dan untung selalu jarang
beriringan di perjalanan investasinya selama 4 tahun ini, tapi dia berusaha
meminimalisir kerugian. Caranya dengan mengerti prospek saham yang dibeli, tidak
panik, dan tidak buru-buru mencari keuntungan. Kadang Pri harus memegang saham
yang dimiliki hingga 1 tahun lebih karena menunggu harganya membaik agar tidak
rugi.
Jadi apa sebenarnya saham?
Saham adalah produk keuangan di pasar modal. Memiliki saham berarti kita ikut
serta dalam kepemilikan di perusahaan yang menerbitkan sertifikat saham
tersebut. Investor yang berminat membeli saham tempatnya ada di Bursa Efek.
Melalui pedagang dalam hal ini perusahaan sekuritas, investor membeli atau
menjual sahamnya.
Apa untung dan rugi investasi saham?
Yang paling ditunggu investor tentu saja capital gain. Yaitu keuntungan dari
hasil jual beli saham berupa kelebihan nilai jual dari nilai beli saham. Contoh
ketika membeli saham harganya Rp 1.000 dan dijual ketika harga Rp 1.500, jadi
selisih yang merupakan keuntungan investor Rp 500 inilah yang namanya capital
gain.
Capital gain di saham kadang melebihi deposito perbankan, tapi karena
kentungannya tinggi, risiko yang adapun tinggi. Tapi kadang kerugiannya pun juga
sangat besar ketika harga saham jatuh. Contoh ketika membeli saham harganya Rp
1.000 tapi harganya terus turun Rp 750 sehingga investor rugi Rp 250. Biasanya
jika tren harga sedang turun, investor memilih melepas sahamnya atau cut loss.
Pemilik saham juga bisa menikmati dividen yakni keuntungan perusahaan yang
dibagikan kepada pemegang saham. Besarnya dividen ditentukan dalam rapat umum
pemegang saham (RUPS). Tapi tidak selalu emiten membagikan dividen jika sedang
rugi, atau butuh investasi besar sehingga keuntungan diutamakan untuk ekspansi
usaha.
Investasi saham juga ada risiko likuidasi misalnya ketika perusahaan dinyatakan
bangkrut oleh pengadilan.
Untuk menyiasati risiko dan kerugian, investor saham disarankan untuk mengikuti
perkembangan perusahaan yang dimiliknya. Investor juga disarankan memiliki
rekening sendiri di perusahaan efek, sehingga investasi anda terdata dengan
baik.
Berapa biaya jual dan beli saham yang harus dikeluarkan?
Untuk pembelian biayanya adalah: nilai pembelian saham + (komisi pialang + PPN
10%). Untuk komisi biasanya maksimal 1%.
Contoh investor transaksi beli Rp 5 juta. Komisi 1% dari nilai transaksi atau Rp
50.000 dan PPN 10% dari komisi Rp 5.000. Sehingga biaya yang harus keluar untuk
beli saham Rp 5.055.000.
Sebaliknya kalau menjual saham rumusannya nilai penjualan saham + (komisi
pialang + PPN 10 %) + pajak penjualan sebesar 0,1 % dari nilai penjualan.
Contoh nilai transaksi jual Rp 5 juta. Komisi 1% dari nilai transaksi Rp 50.000.
PPN 10% dari Komisi atau Rp 5.000. dan PPh atas transaksi jual yakni 0,1% dari
nilai komisi Rp 5.000, jadi total biaya jual 60.000. Sehingga dari penjualan
investor mendapat 4.940.000.
Untuk proses penyelesaian jual beli saham ini memerlukan waktu 3 hari atau (T+3)
sejak terjadinya transaksi (T+0). Artinya kalau membeli saham Senin maka anda
akan menerimanya 3 hari kemudian.
Namun perlu diingat, investasi saham tidaklah semulus jalan tol. Banyak faktor
yang bisa membuat pasar saham jatuh, seperti kondisi ekonomi global yang merosot
atau kenaikan inflasi.
Investor dituntut memperbarui ilmunya dan menyesuaikan metode investasinya
dengan dana yang tersedia. Investor juga harus mengendalikan nafsunya untuk
cepat dapat untung. Yang lebih penting tentunya bukan besaran keuntungan tapi
bagaimana mendapat keuntungan yang konsisten bukan cuma sekali-kali sehingga
tidak jadi pecundang.
Seperti jejak orang terkaya di dunia Warren Buffet yang mengaku sabar hingga
puluhan tahun untuk mendapat hasil maksimal. Buffet yang sangat teliti dalam
membeli saham tidak mau membeli saham yang dia tidak paham bisnisnya.
Untuk sebagian investor membeli saham ketika IPO adalah saat yang paling tepat.
Tapi ada juga yang berprinsip belilah saham ketika harganya jatuh tapi hal ini
dinilai berisiko. Justru membeli saham ketika harganya naik memberikan tanda
saham itu berprospek.
Perlu diingat dana untuk bermain saham haruslah dana yang menganggur, jangan
menggunakan dana untuk kebutuhan sehari-hari atau dana hasil utang.
Dengan persiapan dan tingkat kecerdasan finansial yang dimiliki, masihkah main
saham itu menakutkan? Selamat mencoba....
0 comments:
Post a Comment